Huta Siallagan, Tempat Wisata Yang Kaya Sejarah



Di wilayah Danau Toba, terdapat sebuah perkampungan yang dikelilingi benteng dan mendapat julukan kampung kanibal, Kampung ini bernama Huta Siallagan.

Dalam bahasa Batak, Huta Siallagan memiliki arti Kampung Siallagan. Nama Siallagan sendiri diambil dari nama Raja Siallagan, yang merupakan pendiri kampung ini.

Kampung ini berlokasi di Desa Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara. Daerah Pulau Samosir yang terletak di provinsi Sumatra Utara ini, merupakan salah satu tujuan wisata favorit para turis lokal maupun mancanegara.

 Apakah kamu tahu, kenapa kampung ini dikelilingi tembok yang tinggi? Apakah ada kaitannya dengan julukannya?Jika penasaran, mari simak penjelasan dibawah ini.

Huta Siallagan merupakan sebuah desa kuno yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Raja Siallagan yang merupakan pendiri kampung ini adalah keturunan raja Naimbaton yang mengikuti garis Raja Isumbaon, putra kedua Raja Batak.

Sejumlah keturunan dari Raja Siallagan masi tinggal di sana hingga hari ini, yakni di daerah Desa Ambarita. Bahkan, makam nenek moyang mereka juga masih dapat ditemukan di daerah tersebut.

Huta Siallagan memiliki luas sekitar 2.400 meter persegi dan dikelilingi oleh tembok batu setinggi 1,5 sampai 2 meter.

Tembok ini dibangun menggunakan batu yang bertekstur licin, dulunya tembok ini dilengkapi dengan benteng dan bambu yang tajam yang berguna untuk melindungi desa dari binatang buas dan juga serangan suku lain.

Ketika kamu mengunjungi kampung ini, pertama sekali kamu akan disuguhkan keindahan patung dan tulisan aksara batak yang terletak di gerbang masuk.

Lalu kalian akan disambut kembali oleh deretan rumah adat Batak yang berjejer rapi. Selain itu, terdapat pula kumpulan meja dan kursi batu.

Konon katanya, meja dan kursi batu ini merupakan salah satu peninggalan sejarah yang telah berusia sekitar 200 tahun dan disebut dengan nama “Batu Persidangan”.

Lokasi batu persidangan ini berada tepat di depan rumah raja, dan berada dibawah pohon Hariara. Pohon Hariara merupakan sebuah pohon yang di keramatkan oleh suku Batak.

Meja dan kursi batu ini digunakan sebagai tempat untuk mengadili para penjahat. Hukuman yang diberikan juga tidak main-main. Jika tingkat kejahatannya ringan, maka akan diberikan hukuman pasung.

Namun jika kejahatannya tergolong berat, maka pelaku akan dijatuhi hukuman pancung alias potong kepala.

Untuk menentukan waktu eksekusi, dahulu mereka menggunakan Minitiari atau Primbon Suku Batak. Hari yang dipilih adalah hari dimana si penjahat paling lemah.

Hal ini dilakukan karena diyakini rata-rata orang yang berani melakukan kejahatan mempunyai ilmu hitam.

Proses eksekusi dilakukan dengan cara dramatis, pertama penjahat akan diberikan makanan yang sudah mengandung ramuan dukun untuk melemahkan ilmu hitamnya.

Kemudian, pelaku dipukuli menggunakan tongkat tunggal panaluan, yaitu tongkat magis yang terbuat dari kayu berukir gambar kepala manusia dan binatang, dan dibagian atas berupa rambut panjang.

Sebelum dieksekusi, pakaian penjahat akan dilepas untuk memastikan tidak ada jimat yang tersisa. Lalu tubuhnya akan disayat-sayat. Jika sudah terluka dan berdarah, baru bisa dipastikan ilmu kebalnya sudah hilang.

Ketika sudah terluka, tubuh pelaku akan disiram dengan air asam. Setelah itu barulah hukum pancung dilakukan.

Lalu, mengapa kampung ini disebut kampung kanibal? Jika kamu penasaran, yuk simak lagi penjelasan berikut ini.

Alasan kampung ini dijuluki sebagai kampung kanibal adalah karena konon katanya jantung dan hati penjahat biasanya akan dimakan agar menambah kekuatan sang raja.

Sedangkan bagian kepala yang sudah terpisah dari badan akan diletakkan di meja berbentuk bulat, sementara badannya akan diletakkan di meja yang berbentuk persegi.

Badan pelaku akan dibuang ke Danau Toba selama tujuh hari tujuh malam. Selama itu para penduduk dilarang beraktivitas di Danau.

Sementara kepalanya akan diletakkan di depan gerbang masuk Huta Siallagan. Hal ini bertujuan untuk memberikan peringatan kepada raja lain atau rakyat agar tidak melakukan perbuatan yang sama.

Setelah membusuk, kepala akan dibuang ke hutan di belakang kampung, selanjutnya warga akan dilarang beraktivitas di hutan selama 3 hari.

Kini, hukuman pancung dan kisah kanibal tentu sudah tidak berlaku lagi. Malah sekarang Huta Siallagan yang menyeramkan sudah berubah menjadi daerah wisata yang selalu ramah dalam menyambut para wisatawan yang berkunjung.

Jadi, bagi kamu yang merupakan pecinta sejarah atau hanya ingin menikmati liburan, langsung saja berkunjung ke Huta Siallagan ini.

Kamu bisa menikmati keindahan Danau Toba dari sisi kampung  ini, selain itu kamu juga akan dijelaskan oleh pakarnya langsung mengenai peradaban yang ada di daerah kampung ini.

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

7 Tempat Wisata Sukabumi Instagramable yang Wajib Kamu Kunjungi

13 Rekomendasi Tempat Wisata Bogor yang Indah dan Menawan

Meningkatkan Kreativitas Anak Melalui Petualangan di Tempat Wisata Unik